Laporan Kunjungan Sendratari Ramayana Ballet di Purawisata, Yogyakarta

Sendratari Ramayana Ballet di Purawisata adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Dewi Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta. Pertunjukan ini dilaksanakan pada pukul 20.00-selesai dan saya menonton pertunjukan ini pada hari sabtu, 21 september 2019 bersama dengan teman-teman dan juga dosen tempatnya di Purawisata Yogyakarta. Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Saya diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas. Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya. Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksmana mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna. Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.

Jadwal Sendratari Ramayana Ballet di Purawisata adalah setiap malam sejak pukul 20.00-21.30 WIB. Purawisata tersebut terletak di Jalan Brigjen Katamso, Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, DIY. Panggung terbuka purawisata atau biasa disebut Mandira Baruga mampu menampung sebanyak 600 penonton tanpa menghiraukan cuaca. Apabila sedang hujan, maka pementasan digelar secara indoor di Graha Adi Budaya. Pertunjukan ini telah diadakan sejak tahun1976 dan sudah mendapat rekor MURI karena menjadi satu-satunya penyelenggara Sendratari Ramayana setiap hari.

Mengenai busana dan tata rias Rahwana mengenakan busana yang hanya dikenakan oleh para raja, antara lain: penutup kepala yang disebut mekutha dan motif batik parang rusak barong besar. Tentara kera menggunakan cat untuk warna kulit. Warna merah baik pada selendang atau sampur dan rias pada muka, dikenakan para raksasa atau tokoh-tokoh kasar. Rama pada pentas Sendratari Ramayana mengenakan dua macam pakaian. Pada episode pertama saat mengembara di hutan ia mengenakan topong berwarna hitam menggambarkan rambut yang digelung ke atas, begitu pula Laksmana. Pada episode kedua dan selanjutnya Rama memakai mahkota yang biasa dikenakan seorang raja. Kain yang dikenakan sebagian besar menggunakan motif batik parang, selain itu juga digunakan motif batik kawung. Penggunaan motif batik parang masih mengacu ketentuan di istana, pada motif batik parang rusak barong besar hanya dikenakan oleh raja, motif batik parang rusak gendreh yang berukuran sedang dikenakan oleh para ksatria halus, sedangkan motif batik parang rusak klithik dikenakan oleh para putri. Pada adegan Kumbakarna maju kemedan perang untuk membela negara Alengka, bukan untuk Rahwana. Tata rias umumnya tidak banyak berbeda dengan riasan wayang orang, orang, riasan dianggap tidak banyak mempengaruhi gerak tari, gerak muka, dan mimik dalam panggung terbuka yang berukuran besar, karena penonton yang duduk jauh dari panggung sulit melihat mimik penari secara detail. Tata rias menentukan penggambaran suatu tokoh.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

APRESIASI KARYA SENI RUPA